Jotti Karunawan, Wisudawan Berprestasi ITB dengan Publikasi Internasional Terbaik
BANDUNG, itb.ac.id — Institut Teknologi Bandung (ITB) menggelar Sidang Terbuka Wisuda Kedua Tahun Akademik 2023/2024, di Auditorium Sasana Budaya Ganesa (Sabuga), Sabtu (27/4/2024). Salah satu rangkaian acara dalam sidang tersebut adalah penganugerahan gelar wisudawan berprestasi untuk program sarjana, magister, hingga doktor.
Nama Jotti Karunawan menjadi yang disebut sebagai penerima penghargaan wisudawan berprestasi dengan publikasi terbaik dari program doktor. Jotti lulus dari Program Studi Sains dan Teknologi Nano Sekolah Pascasarjana ITB dengan Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 3,98. Selain itu, sepanjang perjalanannya menempuh pendidikan doktor, beliau mempublikasikan 10 artikel dan 3 prosiding. Artikelnya dimuat dalam jurnal internasional bereputasi dengan 8 artikel terindeks Q1 dan 2 artikel terindeks Q2.
Selama pendidikan doktor, Jotti dibimbing dua peneliti terbaik ITB, Prof. Dr. Eng. Ferry Iskandar, M.Eng., sebagai supervisor, dan Afriyanti Sumboja, Ph.D., sebagai co-supervisor. Keduanya masuk dalam daftar World’s Top 2% Scientists yang merupakan daftar peneliti paling berpengaruh di dunia.
Hal tersebut mendorong Jotti untuk mengikuti jejak pembimbingnya dengan aktif melakukan publikasi dari setiap riset yang dilakukan. Selain itu, beliaua mengaku bahwa jaringan kolaborasi serta fasilitas laboratorium yang memadai menjadi faktor penentu produktivitas dalam penelitian yang tidak kalah penting.
“Saat kita dibimbing oleh orang-orang hebat, kalau kita tidak bisa mendapat achievement yang sama setidaknya kita dapat habit yang sama. Dari situ menjadi terpikir bagaimana saya bisa beradaptasi dengan habit beliau berdua,” ujarnya.
Dalam dunia riset, Jotti dikenal sebagai satu dari sekian orang yang menekuni penelitian tentang baterai ion litium. Topik penelitian ini sudah digelutinya sejak menempuh Program Magister Fisika ITB pada tahun 2018. Ketertarikannya pada pengembangan energy storage terutama baterai ion litium dilatarbelakangi fakta bahwa Indonesia sangat kaya akan sumber daya alam yang menjadi material baterai. Keberadaan sumber daya alam yang melimpah harus dibarengi dengan sumber daya manusia yang kompeten, sedangkan kampus yang memiliki fasilitas penelitian di bidang baterai sangat minim. Oleh karena itu, sebagai mahasiswa ITB yang sudah memiliki fasilitas penelitian lengkap, Jotti ingin memanfaatkan kesempatan tersebut dengan sebaik-baiknya.
Kendati demikian, perjalanan risetnya dalam mengembangkan baterai ion litium tidak selalu berjalan mulus. Pada dua tahun pertama, dirinya banyak menemui kesulitan yang berujung kegagalan karena minimnya pengalaman. Namun hal tersebut tidak membuatnya menyerah. Jotti dengan kemauan serta kerja kerasnya berupaya meningkatkan pengetahuan dan pemahaman tentang baterai melalui berbagai sumber, mulai dari jurnal penelitian terkait, seminar daring berskala internasional, hingga diskusi bersama kolega yang telah lebih dulu terjun dalam pengembangan teknologi baterai di luar negeri. Usaha Jotti berbuah manis ketika risetnya mulai menemui titik terang saat menempuh pendidikan doktor.
“Begitu masuk ITB mendapat tantangan baru mengembangkan baterai ion litium tanpa (ada) background sama sekali. Di dua tahun awal struggle, diisi dengan kegagalan. Baru di awal-awal S3 mulai mendapat hasil yang bagus. Dari situ mulai senang untuk melakukan riset di bidang penyimpanan energi terutama baterai ion litium,” ujarnya.
Saat ini Jotti bergabung pada program postdoctoral kelompok riset baterai di bawah naungan Badan Riset dan Inovasi Nasional (BRIN), sembari terus melakukan penelitian di Pusat Penelitian Nanosains dan Nanoteknologi (PPNN) ITB.
Jotti mengaku ingin terus berkecimpung di dunia penelitian baterai ion litium. Hal ini merupakan bentuk kontribusi pada negara dan ilmu pengetahuan atas apa yang telah didapatnya selama ini. Selain itu, dengan terjun sebagai peneliti, beliau berharap dapat terus mengembangkan pengetahuannya dalam proses belajar sepanjang hayat.
“Indonesia akan menjadi Indonesia Emas dalam beberapa tahun lagi. Indonesia Emas ini tidak dicapai dengan sumber daya alam kita yang melimpah, tapi sumber daya manusia yang semakin maju. Generasi muda bertanggung jawab untuk ini, (sehingga) harus banyak belajar untuk ke sana. Apapun bidangnya, kuncinya adalah bersungguh-sungguh,” katanya.
Reporter: Hanifa Juliana (Perencanaan Wilayah dan Kota, 2020)
.